Minggu, 20 September 2015

FILOSOFI AKSARA JAWA


Aksara Jawa Hanacaraka itu berasal dari aksara Brahmi yang asalnya dari Hindhustan. Di negeri Hindhustan tersebut terdapat bermacam-macam aksara, salah satunya adalah aksara Pallawa yang berasal dari India bagian Selatan. Dinamakan aksara Pallawa karena berasal dari salah satu kerajaan yang ada di sana yaitu Kerajaan Pallawa. Aksara Pallawa itu digunakan sekitar pada abad ke-4 Masehi. Di Nusantara terdapat bukti sejarah berupa prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan Timur, ditulis dengan menggunakan aksara Pallawa. Aksara Pallawa ini menjadi ibu dari semua aksara yang ada di Nusantara, antara lain : Aksara Hanacaraka, Aksara Rencong (aksara Kaganga), Surat Batak, Aksara Makassar dan Aksara Baybayin (aksara di Filipina).
 
Konon terdapat legenda tentang penciptaan Aksara Jawa, yaitu legenda tentang Ajisaka yang menciptakan Aksara Jawa tersebut untuk mengenang dua orang punggawa yang dikasihinya, yang berselisih karena kesalah-paham dalam melaksanakan perintahnya, sehingga bunyi Aksara Jawa adalah sebagai berikut :

Ha Na Ca Ra Ka (Ono utusan = Ada utusan),

Da Ta Sa Wa La (Padha kekerengan = Saling berselisih),

Pa Da Ja Ya Nya (Padha digdayane = Sama-sama sakti),

Ma Ga Ba Tha Nga (Padha nyunggi bathange = Sama-sama menjadi mayat, saling berpangku saat meninggal).

Terlepas dari sejarah dan legenda asal usul Aksara Jawa tersebut diatas, jika dikaji lebih dalam, ternyata tersimpan ajaran budi pekerti dan nilai filosofis tinggi berupa ajaran luhur tentang kehidupan sebagai berikut :

Ha, “Hana hurip wening suci” (Adanya kehidupan adalah kehendak dari yang Maha Suci).

Na, “Nur candra, gaib candra, warsitaning candra” (Pengharapan manusia hanya selalu kepada sinar Ilahi).

Ca, “Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi” (Arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal).

Ra, “Rasaingsun handulusih” (Rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani).

Ka, “Karsaningsun memayuhayuning bawana” (Hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam).

Da, “Dumadining dhat kang tanpa winangenan” (Menerima hidup apa adanya/ikhlas).

Ta, “Tatas, tutus, titis, titi, lan wibawa” (Mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup).

Sa, “Sifat ingsun handulu sifatullah” (Mewujudkan sifat kasih sayang seperti kasih Tuhan).

Wa, “Wujud hana tan kena kinira” (Ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas/tak terkira).

La, “Lir handaya paseban jati” (Mengalirkan hidup semata pada tuntunan Ilahi).

Pa, “Papan kang tanpa kiblat” (Hakekat Allah yang ada disegala arah).

Dha, “Dhuwur wekasane endek wiwitane” (Untuk bisa sampai diatas tentu dimulai dari dasar).

Ja, “Jumbuhing kawula lan Gusti” (Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya).

Ya, “Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi” (Yakin atas titah/kodrat Ilahi).

Nya, “Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diwuruki” (Memahami dengan benar kodrat kehidupan).

Ma, “Madhep mantep manembah mring Ilahi” (Yakin/mantap dalam menyembah Ilahi).

Ga, “Guru sejati sing muruki” (Belajar pada guru nurani).

Ba, “Bayu sejati kang andalani” (Menyelaraskan diri pada gerak alam).

Tha, “Tukul saka niat” (Sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan).

Nga, “Ngracut busananing manungso” (Melepaskan egoisme pribadi manusia).

-- Sumber : Anonim --

Tidak ada komentar:

Posting Komentar