Aksara
Jawa Hanacaraka itu berasal dari aksara Brahmi yang asalnya dari Hindhustan. Di
negeri Hindhustan tersebut terdapat bermacam-macam aksara, salah satunya adalah
aksara Pallawa yang berasal dari India bagian Selatan. Dinamakan aksara Pallawa
karena berasal dari salah satu kerajaan yang ada di sana yaitu Kerajaan
Pallawa. Aksara Pallawa itu digunakan sekitar pada abad ke-4 Masehi. Di
Nusantara terdapat bukti sejarah berupa prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan
Timur, ditulis dengan menggunakan aksara Pallawa. Aksara Pallawa ini menjadi
ibu dari semua aksara yang ada di Nusantara, antara lain : Aksara Hanacaraka, Aksara
Rencong (aksara Kaganga), Surat Batak, Aksara Makassar dan Aksara Baybayin
(aksara di Filipina).
Konon
terdapat legenda tentang penciptaan Aksara Jawa, yaitu legenda tentang Ajisaka
yang menciptakan Aksara Jawa tersebut untuk mengenang dua orang punggawa yang
dikasihinya, yang berselisih karena kesalah-paham dalam melaksanakan
perintahnya, sehingga bunyi Aksara Jawa adalah sebagai berikut :
Ha Na Ca Ra Ka (Ono
utusan = Ada utusan),
Da Ta Sa Wa La (Padha
kekerengan = Saling berselisih),
Pa Da Ja Ya Nya (Padha
digdayane = Sama-sama sakti),
Ma Ga Ba Tha Nga (Padha
nyunggi bathange = Sama-sama menjadi mayat, saling berpangku saat meninggal).
Terlepas dari sejarah
dan legenda asal usul Aksara Jawa tersebut diatas, jika dikaji lebih dalam,
ternyata tersimpan ajaran budi pekerti dan nilai filosofis tinggi berupa ajaran
luhur tentang kehidupan sebagai berikut :
Ha, “Hana hurip wening
suci” (Adanya kehidupan adalah kehendak dari yang Maha Suci).
Na, “Nur candra, gaib
candra, warsitaning candra” (Pengharapan manusia hanya selalu kepada sinar
Ilahi).
Ca, “Cipta wening,
cipta mandulu, cipta dadi” (Arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal).
Ra, “Rasaingsun
handulusih” (Rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani).
Ka, “Karsaningsun
memayuhayuning bawana” (Hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam).
Da, “Dumadining dhat
kang tanpa winangenan” (Menerima hidup apa adanya/ikhlas).
Ta, “Tatas, tutus,
titis, titi, lan wibawa” (Mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam
memandang hidup).
Sa, “Sifat ingsun
handulu sifatullah” (Mewujudkan sifat kasih sayang seperti kasih Tuhan).
Wa, “Wujud hana tan
kena kinira” (Ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa
batas/tak terkira).
La, “Lir handaya
paseban jati” (Mengalirkan hidup semata pada tuntunan Ilahi).
Pa, “Papan kang tanpa
kiblat” (Hakekat Allah yang ada disegala arah).
Dha, “Dhuwur wekasane
endek wiwitane” (Untuk bisa sampai diatas tentu dimulai dari dasar).
Ja, “Jumbuhing kawula
lan Gusti” (Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya).
Ya, “Yakin marang
samubarang tumindak kang dumadi” (Yakin atas titah/kodrat Ilahi).
Nya, “Nyata tanpa mata,
ngerti tanpa diwuruki” (Memahami dengan benar kodrat kehidupan).
Ma, “Madhep mantep
manembah mring Ilahi” (Yakin/mantap dalam menyembah Ilahi).
Ga, “Guru sejati sing
muruki” (Belajar pada guru nurani).
Ba, “Bayu sejati kang
andalani” (Menyelaraskan diri pada gerak alam).
Tha, “Tukul saka niat”
(Sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan).
Nga, “Ngracut
busananing manungso” (Melepaskan egoisme pribadi manusia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar